Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Yona dan hal majestik bernama Cinta (2nd Majestic)

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Biar genap.

Updated.

Sue nih suhu naito :kbocor:
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Part 5
Seventh Chord
DTWIam7VQAA-hX6


Di pelataran parkir depan cafe ku, ku lihat motor matic ku masih terparkir.
Berarti Santo masih setia menunggu di dalam meski jam tutup cafe sudah lewat.
Aku bergegas masuk setelah memarkirkan mobil Santo di tempatnya.
Suasana sekitar cafe sudah cukup hening, lampu lampu sudah dimatikan, kursi dan meja sudah dirapikan sedemikian rupa, meja kasir kosong begitu pula pantry yang sama kosongnya, papan penanda "tutup" pun sudah terpasang.

Lampu di dalam ruangan Santo masih menyala, saat langkahku semakin dekat aku dikagetkan dengan suara desahan yang berasal dari ruangan tersebut.
Aku mendekat ke sumber suara memastikan aku tak salah mendengar.

"Mas...udah mas...anhhh"

Ternyata aku tak salah dengar, itu betul suara desahan seorang wanita.
Wah, bangsat juga si Santo pikirku.
Diam diam memanfaatkan kondisi cafe yang sepi untuk menggarap cewe yang entah siapa aku tak tahu.

Kuputuskan untuk menunggu sampai pertempuran mereka selesai.
Meski efek sampingnya aku jadi horni lagi, burung kampret memang.
Sekitar 15 menit kemudian aku mendengar suara erangan yang berbarengan, mereka pasti sudah mencapai klimaksnya.
Benar, setelah itu mendadak ruangan itu menjadi hening.

Kuputar kenop pintu perlahan dan kubiarkan daun pintu membuka pelan dengan sendirinya.

"Eh lagi asyik ya ?" Ujarku mengagetkan mereka.

Santo dalam posisi berdiri membelakangi pintu ruangannya tengah mengangkangi seorang wanita yang terbaring lemas di atas meja. Terkejut akan kedatanganku Santo buru buru minggir dari posisinya dan langsung merapikan celananya yang sudah melorot sampai ke mata kakinya.
Wanita yang terbaring itu kini terlihat jelas olehku yang sudah duduk di sofa.
Blousenya tak terkancing menyangkut di kedua sisi lengannya, kemeja putihnya tergulung sampai bawah dagu memamerkan payudaranya yang lumayan besar, roknya tersingkap celana dalamnya tergulung di sebelah pahanya menggantung, akibatnya vaginanya yang berbulu lebat terlihat olehku. Aku mengenali wajahnya saat dia mencoba turun dari meja dengan wajah malu malu.

"Sinta ? Kamu ada affair sama Santo?"

Sinta itu pegawai di cafe ku bagian kasir jika kalian lupa, yang wajahnya mirip Nina Hamidun.

"Ngga Han , ngga kaya gitu" sergah Santo setelah selesai merapikan diri. Dia mendekati Sinta dan membisikinya sesuatu, setelah itu Sinta pamit keluar ruangan.

"Loh kenapa ? Gue gak ngelarang loh"
kataku.

Santo berdiri di depan mejanya, kemudian menyulut sebatang rokok.

"Ini kan gara gara lo sebenernya, Han" sahut Santo kemudian.

Aku mengernyit heran, menunjuk diriku sendiri dengan telunjukku sendiri.

"Sinta tadi siang ke lantai atas.. Saat lo berdua sama dedek idol itu" terang Santo.

"Oh shit !"
Berarti Sinta mendengar perbuatanku tadi siang dengan Shania.
Dan mungkin jadi naik nafsunya gara gara itu, toh dia merantau kesini dari kampungnya juga gara gara ingin move on dari mantannya. Berbulan bulan tak dijamah pasti membuatnya cepat gatal.

"Terus gimana?" tanya Santo, ada kekhawatiran di wajahnya.

"Apanya?"

"Lo mau ngehukum kita apa gimana?"

"Oh itu, ngga usah. Asal lain kali jangan disini lagi, ya salah gue sih yang nyontohin hahaha".
Melihat respon ku raut wajah khawatir Santo mulai memudar.

"Yaudah nih kunci mobil lu, lu anterin dia balik okey." Aku melemparkan kunci mobil Santo yang dengan sigap ia tangkap.

Hari sudah mulai larut, aku memutuskan untuk bergegas pulang.
Sinta membungkuk saat aku melewatinya di teras cafe, wajahnya masih datar walau bisa kulihat di sudut bibirnya tampak ia ingin mengatakan sesuatu, tapi aku cuek dan terus berjalan menuju motorku.
Toh aku tahu apa yang akan dikatakannya, bagiku perbuatannya bukan masalah besar, kecuali jika pegawai lain mengetahuinya.

Deru motorku membelah jalan kabupaten yang sudah lengang. Meski berkali kali harus bergidik karena kedinginan. Aku akhirnya bisa sampai di rumah tanpa mengalami hypothermia dan bisa mengistirahatkan diri dengan tenang.
Perasaanku mengatakan esok akan jadi hari yang panjang.

oOo​

"Tunggu di P4" bisik Yona saat aku melakukan hi-touch dengannya.

Teater malam hari itu baru saja selesai, aku memang menyempatkan diri untuk hadir. Menonton show teater JKT48 tetap jadi hobiku meski aku memiliki kedekatan khusus dengan beberapa member.

Lift penuh dengan wota wota yang juga ikut turun menuju lantai bawah. Sebenarnya aku tak begitu buru buru tapi sudah jadi refleks kalau sehabis keluar teater langsung turun lift.
Tak seperti sebagian wota yang lebih memilih menunggu osha oshinya pulang, kemudian menguntitnya. Jangan ditiru ya, mereka (member) juga butuh privacy.

Aku berjalan menuju tempat mobil ku diparkirkan yang kebetulan berada di P4.
Ku lirik jam di tangan kiriku, baru pukul sepuluh kurang, masih lama.
Seingatku biasanya member, terutama member yang lumayan terkenal baru bisa pulang hampir tengah malam. Penyebabnya ya karena banyak yang mengantri untuk berfoto, yang memang hanya bisa dilakukan setelah teater atau pada saat event event tertentu.

Untuk mengusir kebosananku, aku memutar musik.
Saat itu lagu yang muncul adalah lagu Seventh Chord yang dicover oleh Takahashi Juri, member tim 4 AKB48.
Saat dibawakan penyanyi aslinya yakni Atsuko Maeda aku tak begitu suka, tapi entah kenapa jadi enak ketika dicover Juri-chan.

Kanashimi nara wasurerareru kedo
Ai wa nakanaka kieyashinai yo
Boku ga shinde haininatte mo
Itoshisha wa seventh chord

"Ketika aku bersedih mungkin aku bisa melupakannya
Tapi cintaku tak akan menghilang
Meskipun aku mati dan menjadi abu
Cinta itu seventh chord"


Lagu ini dibawakan Juri-chan pada saat konser perayaan member senbatsu single ke-45 AKB48. Pada saat itu merupakan kali pertama bagi Juri-chan mendapatkan posisi senbatsu di ranking 15, maka lagu ini jadi cukup bermakna untuk seorang Juri Oshi sepertiku. Terutama karena dia membawakannya sambil menabuh drum secara solo, keren.

Dari kejauhan ku lihat Yona berjalan menyusuri pelataran parkir. Di tangannya selain tergantung tas jinjing warna hitam juga tergantung kantong plastik berwarna putih. Yona celingukan sambil sesekali menatap layar handphone di tangannya, mungkin dia lupa kalau handphone ku sedang tidak ku pegang.
Aku membunyikan klakson, mengeluarkan tanganku dari jendela mobil dan memberi isyarat pada Yona untuk segera masuk.

"Hey..lama ya? Maaf maaf" sapa Yona begitu masuk dan duduk di kursi sebelahku.

"Lumayan, crossfaith sealbum abis tadi" kataku bercanda.

"Ihh..sorry ya, tadi banyak yang minta 2shot. Kak Rehan kenapa gak 2shot juga?"
ujar Yona, raut wajahnya memang nampak menyesal.

"Daripada 2shot mending cumshot yon, hahaha" aku menimpalinya dengan membanyol.

"Apaan sih.."
Kelihatannya Yona tak suka dengan bercandaanku, moodnya berubah turun.

"Maaf bercanda Yon.. Itu bawa apa?"
Aku mencoba mengalihkannya ke hal lain.
Menunjuk pada kantong yang tadi dibawanya.

"Celana jeans mu! Beserta hape,dompet dan segala isinya!" Yona nyerocos, kesal.

"Kok sewot?"

"Gara gara kamu teledor aku hampir dapat masalah tau ngga!" runtuk Yona.

"Oke gue salah lagi, minta maaf lagi deh..
Terus gimana, berabe ga masalahnya?"

"Ngga. Cuma hampir" Yona mendengus kesal. Bibirnya manyun.

"Yaudah, makasih yah udah dibawain..
Nah mau makan ramen apa sate ?" ujarku menghasut.

"Dikira aku mempan digituin apa?" Yona masih tak melirikku.

"Raa..men apa saa..te?

Yona melirik sedikit dari sudut matanya.

"Ohh mau dua duanya ya ?"

Kini Yona menoleh, benar benar menatapku dengan mata bulatnya yang berbinar.

"Nunggu apa? Hayu buru jalan!" sahut Yona bersemangat.

Aku terkekeh geli, pada akhirnya kami tertawa bersama.

"Yaudah sate dulu ya.."

Mobil ku melaju keluar dari pelataran parkir mall Fx Soedirman. Melakukan sedikit perjalanan menuju kios kios sate pinggir jalan di Senayan.
Yona tampak tak sabar ingin segera turun ketika ku memarkirkan mobilku.
Dia menghampiri salah satu pedagang yang mungkin sudah jadi langganannya, berbicara sesuatu sambil sesekali tertawa.

"Ayo sini kak, duduk.." Ajak Yona setelah selesai bernegosiasi dengan Mas penjual sate.

Di belakang gerobak kios sate terdapat meja panjang dan beberapa kursi bakso, disanalah Yona duduk dan aku menghampiri untuk duduk disebelahnya.

"Pesen berapa ?" tanyaku.

"50. Habisin ya haha" jawab Yona sambil tertawa renyah.

"Ya paling lu yang ngabisin, makan lu kan banyak" ujarku sambil menuding hidungnya yang menggemaskan.

"Abis lah pasti, tenang ajah"
Yona menggaruk hidungnya yang terkena tudinganku, aku jadi teringat kelinci yang kupelihara di rumah. Gerakannya sama persis.

Setelahnya Yona sibuk memainkan handphonenya, mungkin memberi kabar keluarga dan fans fansnya.
Sementara aku melihat keadaan sekitar.
Meski sudah malam, rupanya tempat ini tetap ramai.
Banyak pengunjung mengisi kursi kursi kosong yang ada, sambil menanti pesanan mereka datang saling bersenda gurau, atau sekedar membahas kesibukan mereka hari itu.

Yona masih bermain dengan handphonenya, kali ini tampaknya dia sedang membuat instastory, ya maklum dia kan termasuk public figure.

Kepulan asap dari pembakar sate terbias oleh kerlap kerlip cahaya lampu hias yang sengaja dipasang para penjual sate untuk menarik minat pengunjung, asap itu membumbung tinggi mengejar langit menjadi awan, eh malam hari ini tak berawan juga tak berbulan, tapi malam ini tetap menarik karena taburan bintang.
Lagipula bulan ada kok, disebelahku, sedang sibuk dengan handphone-nya.

"Ini mas.. mba.., selamat menikmati..
Baru jadian ya? Cocok kok cocok" cerocos Mas penjual sate.

Aku yang sedang meneguk airputih pun sampai muncrat menyembur orang disebelahku. Untung buru buru minta maaf, soalnya di tangan orang itu ada dua buah tusuk sate yang siap menghunus kapan saja.
Sementara Yona terbatuk batuk, padahal tadi dia sehat sehat saja.
Kami saling pandang,malu malu.

"Bisa ajah ya si abang itu bercandanya" kataku canggung.

Yona menatap mataku dalam, lebih dalam dari biasanya.

"Ya kalo dari cara Yona bercerita soal A Rehan sih udah ketahuan , kalo dia ada rasa sama A Rehan "
Kata kata Natalia tiba tiba terngiang di kepalaku


"Eh..ohh.. Iya ya, bercandanya lucu..haha"
ucap Yona tak kalah canggung.

Yona beralih ke pesanan kami yang tadi datang, mengaduk ngaduk Sate nya agar sambalnya lebih meresap.

"Yuk atuh dimakan, mumpung masih renyah"
Yona mengacung ngacungkan satu tusuk sate ke arahku, kemudian mulai memakannya.

Kepulan asap dari pembakar sate itu terus terbang, membias di udara sama seperti momen canggung kami tadi yang juga ikut terbias bersama kepulan asap.
Satu persatu sate di depanku perlahan tapi pasti hanya meninggalkan tusuk bambunya saja, Yona makan dengan lahap, bahkan irisan lontong di piringnya sudah lama menghilang.

"Laper mba?"

"Iya mas lapar hahaha"

"Bagian gue lu makan ajah kalo gitu"

"Ngga usah disuruh, daritadi juga udah diembat"

Aku sih senang saja melihat dia makan dengan lahap. Toh sehari hari energinya selalu habis terpakai oleh kegiatannya yang luar biasa padat. Makanya, tak peduli seberapapun banyaknya dia makan, Yona tetap akan mungil seperti ini.

"Alhamdulillah...abis"
Yona menepuk nepuk perutnya, dari wajahnya tampak rasa puas terlukis jelas.

"Kenyang kan lu, ramen ga jadi dong?"

Mendengar itu Yona menampar bahuku.
"Enak ajah, ini mah nanti di jalan juga laper lagi"

"Buset, perut apa karung Yon, hahaha
Yaudah gas yuk, keburu kepagian di jalan nanti" kataku melihat jam di tanganku menunjukkan pukul setengah satu kurang.

"Ayo, sana bayar dulu.." ujar Yona mengibas tangannya mendorongku.

Selesai membayar kami langsung tancap gas lagi, satu satunya warung ramen yang aku tahu masih buka jam segini yaitu di daerah Melawai, jadi kami menuju kesana.
Di perjalanan Yona terus menyebut nyebut menu ramen yang akan dipilihnya nanti, girangnya dia itu mirip anak kecil yang mau dibelikan jajanan sama Om nya, ya aku sih bukan Om nya, tapi konsepnya kan sama.

Setibanya di lokasi, Yona yang memilih tempat untuk duduk.
Dia memilih meja yang dekat dengan jendela di sebelah pintu masuk, katanya biar bisa sambil lihat jalanan.
Padahal jalanan juga kosong sih.

Seorang pelayan pria berseragam merah hitam menghampiri kami sambil menyerahkan dua lembar buku menu.
Yona buru buru membolak balikan buku menu itu dan mencari cari menu yang dia inginkan.

"Aku mau Shoyu Ramen ya mas, toppingnya nori, tamago, sama negi aja, terus gyoza chicken nya dua. Minumnya..emmm ocha aja yang panas, sama air mineral. Udah itu"
cerocos Yona, dengan sigap si pelayan mencatat pesanan Yona.

"Kalau si mas nya?" tanya pelayan itu kemudian.

"Samain ajah, tapi toppingnya ganti negi jadi gyuniku ya mas"
ujarku singkat dan dibalas anggukan dari si pelayan.

Sebelum kembali ke tempatnya, si pelayan menyebutkan kembali pesanan Yona dan aku, yakin tak ada yang terlewatkan barulah dia bergegas pergi ke dapur di ujung ruangan.

"Huuu gak kreatif.." ledek Yona.

"Justru itu kreatif, mempersingkat waktu" kataku.

Selain kami berdua, hanya ada tiga meja lagi yang terisi tapi letaknya berjauhan.
Restoran ini cukup luas, dan sangat berkesan kejepang jepangan terutama karena desain interiornya yang bernuansa kayu.
Di mini bar ada seorang pria paruh baya tengah mengobrol dengan bartender, tampak asik dengan obrolannya.
Saat aku memperhatikan sekitar, aku tak sadar Yona terus terusan menatapku. Justru baru kusadari saat mata Yona tak sengaja tertangkap pandanganku.

"Kenapa sih?" kataku tak nyaman menerima tatapannya.

"Emang gue pisang apa?" sergahku kemudian.

Yona tersentak kaget menyadari arti candaanku, sebatang sumpit yang diambil dari tempatnya sukses mendarat cukup keras di ubunku ubunku.

"Dikira aku monyet apa hih"
Yona menyandarkan tubuhnya ke kursi, kedua tangannya dilipat di depan dadanya, dari mulutnya terdengar dengusan kecil.

"Lagian daritadi ngeliatinnya gitu, ngga enak gue jadinya" ujarku.

"Ngga, aku lagi mikir ajah.. Kalo misal aku bulan Kak Rehan jadi apa?" tanyanya.

Aku kaget juga mendapat pertanyaan sedikit serius itu, polanya mengingatkanku saat aku tidur dengan Yona di kamarnya.
Pura pura berpikir serius, aku meletakkan jari telunjuk di daguku.

"Iya juga ya... Tapi yang jelas gue ngga mau jadi bumi sih" kataku.

Yona memajukan duduknya lebih dekat dengan meja, nampak tertarik dengan ucapanku.

"Oya, kenapa?"
Dari matanya rasa penasaran itu berkilauan mengenai mataku.

"Loh emang lu ngga tau Yon ?
Menurut penelitian
Tiap tahunnya perlahan Bulan menjauhi Bumi.. Kalo gue jadi Bumi jadi suatu saat lu bakal ngejauhin gue dong?"

"Ehhh...?"
Yona terkejut dengan kata kataku

"Ehhh..?"
Begitupula aku.

"Berarti Kak Rehan ngga mau jauh dari aku dong" Yona menarik kesimpulan.

"Emang kita udah deket?" aku balik bertanya.

"Emang belum ya?" Yona balik bertanya.

"Udah kok mba, ini pesanannya" celetuk si pelayan tadi tiba tiba.
Dia membawa nampan besar berisikan pesanan kami, satu persatu ia tata di atas meja sambil mengabsen nama menunya.

"Nyamber ajah nih si mas-nya.." kataku.

"Hehe maaf mas, saya kirain negor saya.
Silakan dinikmati selagi panas, kalau ada perlu panggil saja, saya siap sedia. Permisi mas..mba"
Dia pun berlalu pergi menuju meja counter.

"Yaudah makan dulu yuk kak.." ajak Yona.

Aku mengangguk, selanjutnya kami berdua sibuk dengan makanan kami.
Lagi-lagi aku dibuat kagum dengan nafsu makan Yona. Dia tak segan segan menyuap ramen panas itu masuk ke dalam mulutnya. Tentu saja aku pun menikmati makananku sendiri, melihat betapa lahapnya Yona makan membuat selera makanku bertambah.
Sesekali kami berdua membahas tentang rasa dari ramen yang kami nikmati, dan sama sama setuju untuk memberikan nilai yang tinggi.

"Uwaahhh kenyaanggg..." sorak Yona menggeliatkan tubuhnya.

"Iyalah kenyang, lu makan udah kaya kantong ajaib doraemon" ujarku.

Yona lagi lagi memukul kepalaku dengan sumpit, kali ini dua sumpit sekaligus.
Melihatku yang pura pura kesakitan Yona tertawa lepas. Saat Yona tertawa gerak tubuhnya terlihat bagai gerak lambat oleh tangkapan mataku, membuatku dapat melihat setiap detail dari caranya menggerakan bibir saat tertawa dan menyunggingkan sebuah senyuman serta bagaimana cahaya terpancar dari wajahnya, melihat itu aku tanpa sadar tersenyum sendiri.

"Kenapa senyum senyum kak?" ujar Yona tiba tiba.

"Ngga..ngga apa apa. Udahan nih, sekarang gimana, mau pulang ?"
Aku tak bisa memberikan alasan yang aku sendiri tak tahu itu apa.

"Aku ngga mau pulang" jawab Yona.
Tatapannya menerawang jauh ke kosongnya jalanan di luar jendela.

Dari wajahnya juga terpancar senyuman, sama seperti yang barusan ku lakukan.
Entah apa arti dari senyuman itu yang jelas itu menggelitik sesuatu yang jauh berada di dalam hatiku.

Aku ingin melihatnya lebih lama.

Suara itu tiba tiba muncul di kepalaku.
Terdengar jelas dan mendorong perasaan yang tadi menggelitik muncul ke permukaan.

Rasakan dan jujurlah pada dirimu sendiri.

Tidak. Sekalipun apa yang kurasakan ini benar. Aku tak memiliki hak untuk itu.
Aku ini apa? Hanya fans yang kebetulan beruntung ada disaat idolanya tengah bernafsu dan butuh pelampiasan, dan keberuntungan itu terus berlanjut, menjadi sebuah hubungan atas dasar birahi, itu saja tidak lebih, jangan berharap lebih.

"Kak.. Kok bengong?"
Yona membuyarkan lamunanku.
Mata bulatnya menatapku teduh, di sudut bibirnya senyum simpul tersungging.

"Gara gara kenyang kayanya, haha"
Aku tentu tak bisa menjawab dengan jujur.

"Ngantuk ya? Yaudah yuk pulang" ajak Yona.

"Ke rumah?"

"Jangan, ke kost'an ajah"

Aku menyanggupinya, kami lantas beres beres kemudian ke kasir membayar makanan yang tadi kami pesan.
Undakan tangga di teras restoran itu kami turuni satu persatu, hingga sampai di pelataran parkir, menaiki mobil dan langsung bergegas membelah jalanan, menuju pulang.
Jangan tanya kondisi malam yang gelap, karena cahaya bintang itu semu, terlihat tapi tak menyinari. Di atas langit sana awan putih tipis berlarian, menyembunyikan cahaya semu bintang bintang yang dilewatinya. Andai itu bulan, cahayanya akan tetap terlihat menembus awan, tapi bulan bukan di langit gelap sana. Dia disebelahku, menutup cahaya dari matanya, tertidur.

oOo​

Mobil ku sudah sampai di depan pekarangan kost'an Yona. Tapi dia sama sekali belum terbangun, mungkin sebenarnya dia memang sangat lelah setelah selesai berkegiatan seharian dan memaksakan diri untuk menemuiku dan menghabiskan malam ini bersama.

Aku cukup senang malam ini. Bukankah ini pertama kalinya kami bisa berbincang begitu banyak dengan kata kata bukan dengan gerak tubuh dan keringat.
Bukankah tadi itu mirip dengan kencan, aku rasa hanya aku saja yang berpikir seperti itu sedang Yona mungkin biasa saja, layaknya makan malam dengan teman temannya.

"Humm....udah sampe ya?"
Yona menggeliatkan tubuhnya, merentangkan tangannya ke atas, kemudian menguap.

"Iya, udah dari tadi.." jawabku singkat.

"Hee.. Kenapa gak bangunin" tanyanya.

"Ngga tega, tidur lu pules banget Yon..
Lu kecapean ya? Harusnya tadi kita langsung pulang ajah.." kataku.

"Enak ajah langsung pulang..
Kak Rehan gak suka makan malem sama aku ?" dahi Yona mengernyit, sudut matanya memicing ke arahku.

"Suka kok.."

"Seneng kan makan malem sama aku?"

"Iya.. Seneng kok.."

"Aku juga seneng, aku ga merasa cape.."

"Tapi lu tidur.."

"Kan ngantuk ih.."
Yona menjewer kupingku, nampaknya dia cukup kesal dengan respon ku barusan.

"Hayu turun.." Katanya kemudian.
Aku masih meringis karena kupingku panas.

"Eh..turun?" aku melihatnya dengan tatapan ragu.

"Iya turun, masuk.. Kamu ga mungkin kan mau pulang jam segini ke Bogor?" ujar Yona.

"Mungkin aja sih.." tukas ku

"Tapi aku gak ngizinin! Buru turun, ikut masuk.." Yona sedikit memaksa.

Aku sepertinya tak punya pilihan.
Lagipula, apa ruginya ?
Aku mengikutinya turun menuju kamar kost Yona, sepi, wajar..ini sudah hampir jam tiga pagi. Karena suasana yang sepilah langkah kami otomatis jadi mengendap ngendap.

Saat masuk, kamar Yona dalam keadaan gelap. Yona sempat kesulitan mencari saklar lampu sampai akhirnya aku menyalakan senter dari handphone ku barulah dia dengan mudah menemukan saklar lampunya dan membuat kamarnya terang.
Yona mempersilahkan ku duduk dimana saja yang ku suka, aku memilih di lantai karpet ditepian bawah ranjangnya.
Sementara itu Yona tengah menyiapkan minuman, dua gelas teh panas, dengan gula.

"Nih diminum ya, aku mandi dulu.."
Kata Yona, mengubek ngubek isi lemari mencari handuk.

"Ngga ngajak bareng ?"

"Ga."
Yona menjawab dengan ketus, lalu beranjak menuju kamar mandi meninggalkanku sendirian.

Untuk mengusir kebosanan aku membuka hapeku, melihat lihat notifikasi yang masuk. Beberapa termasuk twips dari Yona, skip, aku tahu isinya.
Gemericik air dari kamar mandi mulai terdengar saat aku membuka instagram.
Ku lihat di layar atas jajaran instastory dari friendlist ku terpampang, salah satunya dari Yona, ku lihat yang terbaru hanya video boomerang sepiring sate yang masih ngebul, tak ada jejakku sama sekali disana.

Duapuluh menit berlalu, suara gemericik air berhenti. Teh manis ku sudah habis setengahnya, kini tak lagi panas.
Yona keluar kamar mandi dengan hanya berbalut handuk putih menutupi setengah tubuhnya, mulai dari dada hingga sebagian pahanya.
Tubuhnya yang masih agak basah mengkilat terpantul cahaya lampu.
Aku berdecak kagum kemudian berjalan menghampiri Yona yang tengah mengeringkan telapak kakinya di keset.

"Heh, mau ngapain ? Mandi dulu!"
Sergah Yona sedikit menyingkir dariku, mungkin dia tahu dari mataku yang memancarkan sorot lapar, lapar dengan tanda kutip.

"Gak usah deh, kelamaan.."
Aku memegang kedua bahu Yona, tapi buru buru ditepis.

"Gamau, bau asep! Mandi dulu sana, tendang nih"
Yona tak main main dengan ancamannya terlihat dari posturnya yang tengah berkuda kuda, satu kakinya sudah terangkat di depan.

"Iya deh iya...handuk mana ?"
Kataku lesu.

"Udah aku gantung di dalem,dah sana sana"
Yona mendorong tubuhku menuju kamar mandi.

Pada akhirnya aku memang harus mandi, betul kata Yona badanku bau asap.
Aku mandi buru buru, alakadarnya, yang penting badan kembali segar dan wangi sabun. Hanya butuh waktu sepuluh menit untuk ku menyelesaikan mandi.
Ku keringkan tubuh ku, kuputuskan untuk bertelanjang dada saja dan hanya memakai celana boxerku.

Di kamarnya Yona sudah berpakaian, memakai tanktop merah dengan lengannya yang seperti seutas tali dan celana pendek longgar berwarna krem.
Duduk di tepian ranjang sambil mengeringkan rambut sebahunya dengan handuk.
Aku menghampiri dan duduk disebelahnya.

"Seger kan?" kata Yona mengibas ngibaskan rambutnya yang hampir kering.

"Lumayan, tapi gue ga bawa baju ganti sih.
Jadi gini ajah ngga apa apa kan?".

Yona menggeleng, kemudian tersenyum sedikit.
Dia menghentikan kegiatannya, menyampingkan tubuhnya agar tepat menghadapku.
Yona meraih tanganku kemudian menggenggamnya.
Matanya menatapku dalam penuh makna.

"Aku udah nemuin jawabannya loh.."
katanya, dia mengaitkan jari jemarinya dengan jari jemariku membuat kami saling menggenggam erat.

"Soal perasaan yang mengganjal itu?"
ujarku menduga.

"Tepat, aku sekarang tau.."
Yona makin mengeratkan genggamannya.

"Oke, dan...apa itu?"
Aku menggeser dudukku semakin mendekat bersiap menyimak jawabannya.

Yona menuntun tanganku ke arah dada kirinya, menekannya dengan tangannya sendiri hingga tanganku ikut menekan dada kirinya itu.

"Yona..?"

"Ssstt...coba rasakan.." ujar Yona.

"Eh..? Empuk ?"

Yona memicingkan matanya menatapku sinis. Sepertinya aku salah tanggap.
"Mau ku getok lagi apa? Bukan itu, coba rasain yang bener"

Aku mencoba mencerna maksud kata katanya, kufokuskan pikiranku pada telapak tanganku yang mendarat di dada kirinya. Setelah meresapinya dengan khidmat, barulah aku mengerti maksud tindakkannya.

"Jantung lu berdetak cepat, ya?"
Yona tersenyum sumringah, berarti dugaanku tepat.

"Iya, dan udah kaya gini sejak kita hi-touch di teater tadi. Kamu tau artinya apa?"

Aku menggeleng.

"Artinya aku punya perasaan lebih sama Kak Rehan" ujar Yona, kini dia menurunkan tanganku, ditaruh di atas pahanya kemudian digenggam dengan kedua tangannya.

"Perasaan lebih?"

Yona tersenyum mengangguk.
"Iya kak, perasaan itu tumbuh seiring pertemuan kita..
Awalnya aku ragu dan terus menolak perasaan itu, karena aku sadar kita bertemu dengan cara yang salah.
Dan aku tak berhak untuk memiliki perasaan itu..
Perasaan...suka.."

"Jangan remehin intuisi seorang wanita ya"

Aku menatap tak percaya atas apa yang barusan Yona katakan, persis seperti apa yg intuisi Natalia bilang.

"Tapi..seperti yang lu bilang Yon..
Kita bertemu dengan cara yang salah.."
ujarku ragu, mengingat pertemuan pertama kita dilandasi nafsu belaka.

"Iya , aku paling tahu soal itu..
Tapi setidaknya sekarang, aku ingin tahu..
Apa Kak Rehan punya perasaan yang sama?" tanya Yona kemudian.

Jika menilik dari hari ini saja, memang ada sesuatu yang tumbuh dari dalam hatiku.
Aku suka berlama lama dengan Yona, membahas hal hal yang tak penting dengannya tak terasa membosankan, dan yang paling penting aku suka melihat senyumnya yang cerah berbinar.
Tapi aku berhak memiliki perasaan itu?

"Gue ragu yon.. Jika benar yang gue rasain ini perasaan yang sama dengan lo, apa boleh ?" ujarku pesimis.

Yona mengusap tanganku yang berada di genggamannya, kemudian melemparkan senyumannya lagi.
"Kalu kamu merasa bersalah, kita sama sama bersalah.
Tapi setidaknya kita harus jujur dengan apa yang kita rasakan.. Aku ngga suka perasaan mengganjal di hatiku karena aku menolak untuk jujur, dan aku gamau kamu juga merasakan hal itu"

Aku rasa apa yang dikatakan Yona sama sekali tak ada yang salah. Tapi entahlah, keraguan itu terus menyelimuti.
Aku mengenal Yona sebagai sosok idola yang aku kagumi. Aku menyukainya, tentu saja, itu perasaan yang mendorong ku untuk selalu mendukung karirnya di JKT48.
Lalu kami bertemu dan mengalami kejadian yang tentu di luar dugaan.
Dalam hati kecilku aku tahu, meski saat itu aku beruntung bisa menjamah tubuh idolaku tapi ya cukup itu saja, aku tanamkan perasaan jangan berharap lebih di lubuk yang paling dalam.
Aku tak boleh melupakan esensiku sebagai seorang fans, mendukungnya tanpa mengharap apa apa darinya.
Apalagi memiliki perasaan yang sama, itu harta yang terlalu mahal untuk ku miliki.

Melihatku terdiam, Yona berinisiatif mendekatkan wajahnya.
Saat aku sadar tahu tahu wajah mungil dengan mata tertutupnya sudah tinggal sesenti dari wajahku, buru buru aku berpaling.

"Kenapa?" tanya Yona sedikit kecewa.

"Gue rasa ciuman yang barusan itu bakalan berbeda.. Maaf tapi gue belum bisa, gue masih bingung... Sorry.."
Aku bangkit dari sisinya, memakai kembali pakaianku sampai lengkap.

"Kak Rehan mau pergi ? Kenapa kak ?"
Yona kembali menarik sebelah tanganku yang sempat terlepas dari genggamannya.

"Gue ga bisa disini terus dalam keadaan kaya gini Yon, entahlah... Gue butuh waktu buat sendiri" ujarku tak berani menatap matanya.

"Aku udah bilang Kak Rehan itu harus jujur sama perasaan kakak, jangan dibiarin mengganjal kaya gitu kak..."

"Tapi posisi gue sama lu itu beda Yon, lu ga bakal ngerti..."

"Kalo gitu bikin aku ngerti!" Yona membentakku, suaranya begitu tinggi hingga aku tersentak dan terpaksa menoleh ke arahnya.

"Ngga sekarang, please , gue ga bisa memikirkan sesuatu yang mendadak kaya gini" ujarku seraya mengusap tangan yang menggenggamku sampai lepas.

Yona tertunduk lemas, jujur aku tak suka melihatnya seperti ini, timbul rasa bersalah dalam hatiku. Tapi tetap tak bisa mengalahkan segala macam ragu yang berputar terus menerus di dadaku.

Meski berat, pada akhirnya aku melangkahkan kakiku pergi keluar dari kamar Yona. Meninggalkan Yona yang masih tertunduk, aku tak dapat melihat matanya yang tertutup poni lebatnya, tapi aku yakin cahayanya meredup.

Langit mulai membiru, beberapa bintang mulai memudar cahayanya.
Deru mobil yang kupacu cepat membawaku pergi menjauh dari sang bulan yang semalam menemaniku.
Meski aku tak ingin menjadi bumi, pada akhirnya aku bertingkah seperti bumi.
Membiarkan bulan tetap sendirian disana yang perlahan menjauh dan mungkin akan menghilang.

 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Semua cinta itu harus diungkapkan tidak ada cinta yang tidak diungkapkan, kecuali oleh orang yang terlalu mencintai dirinya sendiri

wkk ngaco gw
 
Semua saran buat ceritanya udah pernah dikasih sama yang lain jd gue cuma mau ngasih sedikit kritik. Meski pun kritik ini cuma kesotoyan gue sih, jadi gue paham kalo lu mau memperbanyak porsi drama dalam cerita ini tapi gue rasa Karena lu terlalu berusaha masukin dramanya yg gue baca dramanya keluar nggak natural. Gue ngerasa si Rehan jadi tiba2 mellow meski sebelumnya diawal si Rehan orangnya easy going sampe dia biarin 2 karyawannya ngawe di cafe nya. Tapi saat rehan sama yona dia tiba2 mellow mellow kucing yg buat gue aneh Karena sifatnya tiba2 berubah. Menurut gue lebih baik perubahan sifat nya bertahap atau nggak usah sekalian kayak si nenenpini yg tetap sangean. Itu aja sih, jangan terlalu dianggap serious.

Kamu terlalu banyak ekspektasi mas. Dan sayangnya penulisnya udah kadung posting. Karena bahwasanya ini cuma masalah selera aja sih. Kadar "drama" TS sama agan Naito pun gue yakin beda. Entah dari selera dan referensi. Jujur emang karakter Rehan ini di cerita awal emang jauh berbeda yang awal. Kayak lompat. Tapi buat gue ga masalah, toh cerita udah jalan dengan karakter Rehan yg gue anggap adl Rehan di Real Life.

Dari update sebelumnya dia udah ada konflik batin soal Yona dan ketidak pekaannya pun disadarkan oleh perkataan Nat. Menurut ane wajar. Dan genre yang diambil TS pun drama. Wajar juga kalo dramanya kental (entah referensinya dari apa), dan ane suka pillow talk Yona dan Rehan yang di tulis TS soal perbandingan Yona dan bulan. Nah, kelihatan kan ini soal selera.

Well, gue kasih jalan tengah deh... gue saranin TS minta Agan Naito ini jadi proof reader next update. Penasaran juga nih ane gimana hasil drama natural menurut agan Naito yang ane baca karyanya juga lugas dalam dialog di tiap karakternya, minim drama yang lebay.

Buat ane, selama penulis bisa bikin pembaca merasa punya ikatan emosi dengan tokoh2nya, bisa larut dengan konfliknya, memberikan kesan yang dalam, ane rasa penulis udah berhasil membuat cerita yang ideal

Okay I'm done here. Mandiri dalam bekerja, merdeka dalam berkarya. Peace!
 
"Lumayan, crossfaith sealbum abis tadi" kataku bercanda.

Wait... Crossfaith... Dan gue tiba2 teringat seseorang... Yona... Crossfaith... Jangan2 kamu...

Anyway. Gue suka dialog2 dan adegan yang tersaji di update kali ini. Dan gue suka detil2 candaan yang kerasanya ga penting tapi bikin senyum sendiri kalo dibayangkan. Dan konflik pun makin meruncing, harus berapa kali ewe lagi hahaha. Keep up the goodwork and write you want to write.

Somehow gue udah nebak akhir cerita ini tapi gue mau TS yang bawa gue mengalir ke ending.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Maafkan gue yang terlalu banyak bicara,gue yg salah Karena ingin semua sesuai ekspetasi gue sendiri. Kalo gitu lebih baik gue ngurusin cerita gue sendiri.

No need to feel sorry, you just expressed what are you feeling... And so am I. You just told what are you expected from your own perspective... Once again, I am.

I feel you man.

But not everything has to be done "with your way"... or at least you could say it in a proper way.

Yeah, once again : It's all about taste that we cannot debate.

I respect you, I know you can do more than this.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd