EPISODE 11
--TERIMA KASIH--
“Eghhh…”
Yona yang terbangun lebih dahulu memeriksa sekelilingnya dengan perlahan tanpa menghasilkan gerakan pasti di tubuhnya untuk memeriksa jam. Setelah memastikan jarum jam menuju angka 5 pagi, kembali ia menghadap ke Arga yang masih terdiam nyenyak dalam tidurnya dengan memeluk erat tubuhnya. Yona kembali memeluk tubuh Arga dengan semakin erat. Sampai Yona merasakan kehangatan tubuh pria ini sambil sesekali berusaha meletakkan kepalanya di dada pria tersebut.
“Apa aku salah dengan mencintaimu Ga? Dan Apa aku pantas untukmu yang baik ini dan aku memutuskan untuk berjuang bersama dua wanita lainnya?”
“Heeeeggghhhhh.. Eh, mbaaakkk”
Arga terkejut dengan mata sedikit membesar ketika melihat Yona tepat dihadapannya. Ini kali keduanya ia tertidur di pelukan Yona seperti ini. Yang sama terjadi di kamar Yona malam itu.
“Bangun yok. Udah hampir jam 5 tuh.”
“Iiii ya mbak”
“kok penahan tangan kamu dilepas?”
“Eh, iya mbak. Aneh aja mbak. Kan Cuma tidur.”
“Untung aja gak kenapa napa tangannya.”
“Makasih ya mbak.”
“Iyaaaa.. yuk bangun. Kamu mandi dulu gih. Biar aku nyiapin sarapan dulu.”
Yona yang langsung bangun langsung menuju dapur. Arga yang masih dalam pengembalian nyawanya menatap dengan pasti atasannya yang memang menggunakan daster tipis putih saat dengan erat memeluknya. Daster yang tipis tersebut sedikit tersingkap saat Yona turun dari tempat tidur yang menampakkan paha putih yang memang senada dengan tubuhnya yang mulus tersebut. Tak ayal, Arga menatap pemandangan tersebut sampai menara di celananya bertambah tinggi.
“Ahhhh.. sial. Kenapa ini main berdiri aja. Untung aja mbak Yona gak ngeliat.”
Sambil menenangkan pusakanya, Arga mencoba untuk mengingat kejadian semalam sampai akhirnya ia melihat Yona yang tersenyum manis saat membuka matanya. Bukannya makin roboh, tapi menaranya semakin tinggi karena mengingat hal tersebut yang langsung teringat akan pakaian yang tipis dipake Yona.
Dengan keinginan kuat menghapus pikirannya tersebut, Arga langsung menuju kamar mandi yang sebelumnya melewati Yona yang memang sedang menyiapkan roti dan air panas untuk sarapan. Arga yang melihat hal ini pertama kali memang sedikit terkejut heran. Apalagi saat menyapa Yona, Arga bisa melihat wajah Yona dengan senyuman termanis yang pernah ia lihat.
Di dalam kamar mandi, bukannya ia berhasil menghapus semua pikiran kotornya bersama air yang telah mengalir di tubuhnya, tapi kini pikiran itu menjadi jadi. Ia mengingat setiap lekukan tubuh Yona yang memang ia sendiri belum pernah melihat langsung, tapi setelah melihat spot spot tertentu, bayangan itu tampil di benaknya.
TOKKK TOKKK TOKKK
“Gaaa…. Aman kan?”
“Ehhh.. iya mbak. Aman kok. Agak susah sih tapi nyabunin seluruh tubuh ini.”
“Hmmmm… kalau butuh apa apa bilang ya.”
“Eh.. iya mbak. Semoga aja aku bisa sendiri kok.”
Tak mungkin ia minta tolong ke Yona untuk menyabuni punggungnya yang memang ia susah menjangkaunya karena tangan kirinya yang belum bisa berfungsi dengan baik. Walau pikiran di kirinya telah menggodanya untuk mengambil kesempatan ini, tapi ia berhasil diselamatkan oleh pikiran kanannya yang tetap berusaha sendiri untuk menjangkau seluruh tubuhnya.
“Kamu lupa bawa handuk ya? nih, aku sangkutkan di gagang pintunya ya. ada ada aja hihihihi”
***
“Kak, adek nebeng ya.”
“Tumbeeenn?”
“Ya pengen ajaaa.. emang gak boleh adeknya sendiri numpang?”
“Iya iyaaaa.. yuk… kamu udah siap kan? Kakak ada meeting nih pagi ini.”
“Iya iyaaa… tapi kita lewat apartement di daerah Duren Sawit ya.”
“Yang dekat tol itu? kok harus lewat sana?”
“Ntar kalau kamu udah sampai apartemen, kamu makan ya. aku udah pesan makanan tadi. Mungkin aja udah sampai.”
“Apartemen?”
“Iya Tar. Aku tinggal sama mbak Yona. beruntung sekali aku punya sosok seperti beliau.”\
“Apaan sih Ga. Pujian kamu gak mempan. Jangan didengerin ya Tar.”
“Heeeeiiii.. malah bengong. Pertanyaan kakak dijawab dong.”
“Gak ada kok kak. Kepengen aja sih lewat disana.”
“Kamu aneh aneh aja deh. Yuk, takut jalanan di sana macet.”
Pagi itu Tari sudah berada di kendaraan pribadi kakaknya yang memang bekerja di perusahaan keluarga sebagai salah satu Manager. Sebenarnya kedua orang tua Tari menginginkan anak perempuannya juga mengikuti jejak sang kakak dalam melanjutkan karir ayahnya. Dengan alasan pengen mandiri, Tari lebih memutuskan untuk menerima pinangan bank tempat ia mengabdi sekarang saat ia baru satu bulan menyelesaikan sidang skripsinya.
“Heeeiiii.. kok kamu akhir akhir ini aneh ya? atau beneran kamu udah punya pacar? Kok gak dikenalin sama kakak?”
“Apaan sih kaaakkk.. udah nyetir ajaaa… ntar nabrak lho.”
“Ya siapa juga kakak yang tega liat adeknya galau gini.”
“Adek gak galau kaaaakkk..”
“Hahahaha.. gak ada ornag galau yang ngaku galau kok.”
“Apaan sih kaaakkk. Eh kak, adek boleh nanya gak?”
“Apaan ?? kalau kakak mampu dan gak aneh aneh, kakak usahain jawab deh.”
“Huuu… emang adek pernah nanya aneh aneh? Apa cowok itu emang susah ditebak ya kak?”
“Hahahaha.. akhirnya kamu ngaku nih?”
“Ihhhh.. kakak mah jawab duluuuu..”
“Setiap manusia menganggap hal itu ke lawan jenisnya apalagi lawan jenisnya tersebut sudah menarik hati dan pikirannya. Yaa,, seperti kamu ini.”
“Kakak maaahhh.”
“Yang kakak bilang itu gak ada yang bisa nyangkal lho.”
“Hmmm…”
“Kakak jadi penasaran nih, seperti apa cowok yang bisa buat kamu sampai gini.”
“Ntar kalau aku sudah yakin dengan ini semua, pasti aku kenalin ke kakak kok.”
“Iya iyaaa… dicepetin deh kalau gitu, supaya kakak gak dittanya mulu sama ibu.”
“Yeeee.. kakak ngomong apaan sih,, mulai ngelantur nih. Ya, kakak sih terlalu banyak milih.”
“Belum ada yang pas aja dek.”
Sesampainya di depan apartemen tempat dimana Arga dan Yona tinggal, Tari meminta kakaknya untuk berhenti sejenak. Dengan penasaran, kakaknya langsung memberhentikan sejenak mobilnya dan memperhatikan adeknya yang memang celingak celinguk melihat apartemen tersebut.
“Apa benar Arga tinggal sama mbak Yona disini? Apa dia? Aahhh.. gak boleh gak boleh. Seperti kata Jeje, aku harus fikir positif dulu. Tapi kalau benar begitu, gimana ya?”
“Kamu sebenarnya ngapain sih dek?”
“Hmmmm.. gak ada kok kak. Gimana ya kak tinggal di apartement?”
“Yaaa.. gimana ya, kakak belum juga sih rasain gimananya. Tapi kakak punya teman yang tinggal di apartemen, ya dia bilang sih kek di hotel gituuu.. emang kenapa?"
“Gak ada apa apa kok kak. Yuk kak. Ntar kakak telat lagi.”
***
“Cieeee.. yang kemaren mesra mesranya…”
“Apaan sih Je”
“Gimana Gimana? Seru gak?"
“Gimana serunyaaa…”
“Maksudnya?”
Tari yang baru datang di tempat kerjanya langsung di terror oleh Jeje. Jeje seakan mau mewawancarai Tari akan pengalamannya bersama Arga kemaren. Tari pun menjelaskan semua apa yang terjadi, mulai dari saat Jeje meninggalkan mereka berdua di stasiun, sampai akhirnya Yona datang menjemput mereka dan Tari diantar oleh Yona yang ia tahu bahwa atasan Arga yang juga teman satu atap Arga. Dengan terkejut, Jeje tetap berusaha memberi pemahaman supaya Tari bisa berfikir positif dahulu dalam menyikapi hal ini.
“Lo jangan pikiran negative duluuu.. ingat kan kemaren?”
“Yaaa gimana ya Je, gue takutnya terlalu berharap gituuu..”
“Yaaa.. elo harus bergerak cepat laahh.. jangan nunggu ajaaa.. apalagi gue liat teman kecil lo itu juga ada rasa sama Arga."
“Teman kecil? Icha?”
“Iyaaaa…”
“Kok lo bisa ngomong gitu?”
“Ya gue bisa merasakan sih, apalagi saat lo mutus pembicaraan dia sama Arga kemaren. Gue liat mukanya yaa, sedikit gimana gituuu.. tapi itu menurut gue yaaa. Dan ini gak ada maksud apa apa lho. Cuma supaya lo duluan ngunkapin ke Arga rasa lo itu. jangan sampai lo nyesal.”
“Masa iya ya Icha sampaaaiiii…”
“Udaahh.. bukan itu yang lo pikirin deh, lo pikirin gimana lo sama Arga dulu. Yaaa,, kalau lo mau nurutin saran gue sih, gue rasa gak ada yang tersakiti lebih dalam lah.”
“Hmmm..”
“Gue Cuma nyaranin yang menurut gue terbaik buat lo aja kok Tar. Bukan maksud sampai rusakin hubungan lo sama teman lo itu. gue rasa lo ngerti lah.”
“Hmmm.. iya Je.”
“Ya udah, yuk kerjaaa… udah absen kan?”
“Tariiiiii…..”
“Eh lo Cha, tumben naik kereta?”
“Yaaa, tadi gue nebeng sama bos gue.”
“Pasti yang nebengin cowok ya?”
“Hehehehe.. lo tau aja Tar.. kok lo keliatan lesu gini? Gak seperti miss perfect yang gue kenal.”
“Gak kok, gue kurang istirahat aja.”
“Lo galau ya?”
“Gak kok.”
“Akhirnya, siapa sih yang buat ratu perfect ini sampai begini?”
“Gak ada kok Chaaa.. lo kepo deh.”
“Untuk hal langka gini, gue harus kepo lho. Yuk KF* dulu yok. Minum minum aja. Lagian kereta Bekasi lagi rame ramenya Tuh.”
“Hmmmm.. yok lah.”
Akhirnya Tari dan Icha bisa duduk berdua lagi setelah beberapa lama mereka tidak bisa duduk berdua begitu setelah Icha yang kembali ke rumahnya pasca pertengkaran ibunya bersama ayahnya. Icha yang memang dahulu sewaktu kecil pernah tinggal di rumah Tari saat ibunya menjadi salah satu asisten rumah tangga di rumah Tari tersebut. Setelah ibunya kembali bertemu sama seorang teman SMA nya dahulu yang memang melamar ibunya, Icha tinggal bersama ayah tirinya tersebut sampai sekarang.
“Eh, eh, lo belum cerita nih, siapa cowok yang buat lo galau kek tadi Tar.”
“Gue baru kenal sih Cha. Ya, baru aja beberapa kali ketemunya.”
“Komunikasi?”
“Yaaa.. gue bilang adalah. Meski hanya seadanya.”
“Trus, kenapa lo terlihat galau gituuu?”
“Yaaa.. dia janji buat jemput gue, tapi dihubungi pun dia gak bisa.”
“Ada hal yang urgent kali.”
“Yaa,, tapi kan harusnya dia ngomong lah Cha. Gak buat gue nunggu seperti itu, apalagi seperti gak ada usaha yang lebih gitu buat minta maaf.”
“Hahahahah.. gue gak nyangka, nona Tari ini bisa juga galau karena cowok. Gue kira hanya sedih karena nilai hancur.”
“Lo nyindir?”
“Gak sih. Tapi fakta kan? Hehehehe..”
“Sialan lo. Eh, elo gimana sama atasan lo yang ngantar lo tadi?”
“Hmmm.. yaa dia sih masih datar gitu. Tapi entah kenapa, gue ngerasa ada suatu ketertarikan dari dia yang buat aku buta Tar. Sepertinya dia gak jauh jauh dari gue lah.”
“Maksudnya?”
“Seperti ada suatu ikatan yang buat gue bisa mengenal dia lebih dalam lah.”
“Yaaa.. semoga itu jodoh lo yaaa… jangan sampai lo salah pilih lagi. Apalagi sampaaiiii……”
“Iyaaa Non Tari sayaaanggg..”
“Udah ngelamunnya? Tuh, nasabah udah mulai datang tuh.”
“Eh, iya Je.”
***
“Heiiiii.. yok kita ke rumah sakit.”
“Eh mbak. Kan aku gak apa apa lagi.”
“Udah dapat cara ampuh buat bantah keinginanku?”
“Hmmm.. iniiii?”
“Itu mah gampang. Kan Pita bisa kelarin semua ini.”
“Gak enak sama mbak Pita nya mbak.”
“Yaa, itu kan tugas dia. Udah yok. Aku tunggu di parkiran lho. Eh iya Pita ntar kalau supervisor kalian nanyain pak Arga, bilang pak Arga lagi ngurus asuransinya ya. Saya mau bawa pak Arganya sekalian. Biar gak ribet.”
Dengan paksaan tersebut, Arga terpaksa memberikan tugas tersebut ke Pita yang memang sedikit kesal dengan kerja tambahan ini. Apalagi jika mengingat hal yang menyebabkan ini semua karena Yona, yang memaksa Arga yang sebenarnya enggan untuk mengikutinya. Tapi gimana lagi, Pita terpaksa mengambil lembur lagi dengan kondisi sama seperti kemaren.
Arga yang mulai merapikan kondisi di mejanya supaya Yona tidak menunggu lama di parkiran sedikit kewalahan dan dibantu oleh Pita yang memang masih dekat meja Arga saat menerima tugas tambahan tersebut.
“Mari saya bantu pak.”
“Terima kasih mbak.”
“Sepertinya ada yang lagi cinlok nih pak.”
“Hahahaha.. mbak pita ada ada saja.”
“Yaaa.. ini kan asumsi saya aja pak. keliatannya buk Yona begitu perhatian ke bapak.”
“Perasaan mbak Pita aja tuh.”
“Tapi selama saya kerja disini, gak ada yang dapat perhatian lebih seperti bapak deh.”
“Mungkin karena kondisi saya begini kali mbak. Apalagi asuransi saya belum kelar kan mbak.”
“Hmmm.. trus bapak gak balek dong ke kantor?”
“Sepertinya tidak mbak. Kalau mbaknya ada keperluan lain, besok aja saya yang kerjakan mbak.”
“Gak kok pak. saya usahain pak.”
“Makasih ya mbak.”
“Sama sama pak Arga. Oh iya pak, kalau saya udah kelar ngerjainnya, saya kirim ke..”
“Email saya aja ya mbak.”
Setelah berhasil mengelak dari pertanyaan pertanyaan Pita yang semakin menjurus, Arga sekarang menuju lobby utama dan sedikit melihat Icha yang sedikit murung dan terbesit di pikirannya untuk bertanya ke sang resepsionist cantik tersebut.
“Hei.. kok kamu ngelamun? Gak kek biasanya.”
“Eh,. Mas Arga. Gak kok mas. Mas udah mau pulang?”
“Iya saya terpaksa cepat pulang karena ngurus asuransi sama buk Yona.”
“Hmmm… tangannya masih sakit ya mas?”
“Gak terlalu kok Fan.”
“Icha mass… kok Fan Fan lagiii..”
“Hahahaha.. gak biasa Fan.”
“Mas gak balek ke kantor lagi?”
“Sepertinya gak sih Fan. Emang kenapa?”
“Hmmm… ada yang mau Icha bicarain sama mas Arga.”
“Gak bisa sekarang?”
“Ya, Icha maunya sambil santai gitu mas.”
“Hmmm..”
“Kalau besok siang kita makan bareng gimana mas?”
“Oke deh. Tapi kalau ada urgent, aku minta maaf yaaaa.”
“Iya mas.”
Setelah menyanggupi permintaan Icha, Arga sekarang telah berada di parkiran persis di depan mobil Yona yang memang Yona telah berada di dalamnya. Setelah menyapa singkat beberapa security, Arga langsung masuk ke mobil tersebut. Dengan senyuman yang pasti, Yona mulai mengemudikan mobilnya menuju rumah sakit yang memang menjadi andalan perusahaannya tersebut.
“Kamu entar gak di jemput Tari lagi kan?”
“Hmmm.. gak kok mbak.”
“Jadi kamu mau kan nemani aku ke Bogor.?”
“Rumah mbak?”
“Iyaaa.. ada acara sih sore ini. Adek bungsuku ulang tahun, yaaa ada sedikit syukuran gitu. Mau ya.?”
“Kan aku lagi gak bisa nyetir mbak.”
“Tadi aku kan minta temenin, bukan anterin.”
“Hmmm.. iya deh mbakk..”
Akhirnya sekarang Arga sudah berada di salah satu rumah sakit yang memang merupakan ajuan perusahaan tempatnya bekerja. Dengan ditemani Yona yang sedang mengurus administrasi, Arga hanya menunggu sambil memikirkan apa yang akan ia perbuat saat ia telah berada di rumah Yona yang memang tak bisa ia bayangkan tersebut. Sampai akhirnya kebingungannya diakhiri dengan panggilan namanya untuk pemeriksaan tangannya yang memang selalu ditemani oleh Yona.
Setelah memeriksa keadaan tangannya yang memang menunjukkan perkembangan tersebut, sekarang Arga sudah berada di jalan menuju rumah Yona. Dengan masih duduk di sebelah Yona yang sedang mengendarai mobilnya, Arga masih kepikiran akan suasana yang bakal ia terima di rumah Yona. apalagi setelah ia dengar dari Yona langsung, bahwa alasan Yona mengajaknya disaat merayakan ulang tahun adek bungsu Yona.
“Kok kamu diam aja? Masih sakit?”
“Hmmm.. udah kok mbak. Mbak aja yang panik kok.”
“Trus, kenapa kamu bengong gitu?”
“Aku gak tahu ntar di rumah mbak.”
“Hahahaha.. kok kamu mikir gitu?”
“Ya kepikiran aja sih.”
“Kamu bingung buat ngenalin kamu siapa gitu?”
“Iii iya mbak.”
“Emang kamu nganggapnya seperti apa?”
“Hmmm….”
“Kok susah gitu bilangnya?”
“Yaaaa…..”
“Hahaha.. liat muka kamu kek gitu buat aku jadi geliii.. tenang, aku udah ngomong kok bawa kamu ke mama.”
“Haaaa??”
“Aku bilang sama mama, kalau aku bawa seorang adek angkat. Gak salah kan aku ngomong gitu?”
“Hmmm… gak sih mbak. Yaaa aku makasih banget udah dianggap adek sama mbak.”
“Hahahaha.. jangan dipuji terus deh.”
Setelah meredam kebingungan Arga, kini Yona berkonsentrasi kembali mengendarai mobil disaat kemacetan terjadi akibat adanya kecelakaan di ruas tol yang dilaluinya tersebut. Dengan kehatihatian yang ekstra, akhirnya sekarang telah berada di rumah Yona. Untungnya mereka tidak telat dan Yona bisa memperkenalkan Arga ke mamanya dan 2 adeknya yang ternyata perempuan semua.
“Hei nak.”
“Maaf Yona telat ya ma. Hei adek adek kakak.”
“Hei kaaakkk.. ini kak Arga ya?”
“Eh iyaaa… kalian kembar? Jadi yang ulang tahun?”
“Iya Ga. Maaf mbak gak bilang tadi ya. hehehehe”
“Kan aku Cuma bawa satu kado mbak. Mbak sih.”
“Hahahaha.. gak usah repot repot nak Arga, Yuni sama Yeni udah biasa satu berdua kok. Iya kan sayang?”
“Mamaaa.. masak udah umur 23 masih satu berdua.”
“Katanya kompaaakkkk….”
“Huuu.. kalau ngelawan kakak mah, kami pasti kompak.”
“Hahahaha.. sekarang kakak juga ada aliansi kok.”
Arga yang merasa kekeluargaan yang belum ia dapatkan semenjak ibunya pergi, merasakan kembali dengan keluarga Yona. walau belum bertemu langsung sama papa Yona, tapi tak menjadi masalah besar untuk Arga merasakan hal yang bahagia ini. Sampai akhirnya mereka berempat merayakan ulang tahun Yuni dan Yeni yang memang kembar tersebut. Seperti yang mamanya bilang, mereka kembali berbagi dalam kue ulang tahun yang diatasnya terdapat angka 2 dan 3 tersebut.
Setelah semua proses perayaan ulang tahun selesai, Arga memang menyempatkan untuk menghirup udara yang memang di rumah Yona ini udaranya masih sejuk. Dengan ditinggali ketiga bidadari cantik tadi yang sedang membersihkan makanan yang memang sudah mereka santap setelah acara perayaan tadi. Dan sekarang Arga berada di teras samping rumah yang berbentuk istana tersebut.
“Kak, makasih ya.”
“Eh.. iyaaa.. kamuuuuu…”
“Yeni kak.. masih belum bisa bedain ya?”
“Eh iya Yen. Maaf ya.”
“Santai kak. Makasih ya kak.”
“Makasih lagi?”
“Iyaaa telah buat senyum mbak Yona kembali terang. Dan sepertinya doa kami tadi langsung dikabulkan deh.”
“Maksudnya?”
“Ini semua gara gara Christ sialan itu….”